Rabu, 30 Maret 2011

Paradoks Triaspolitika


Pada abad ke 19, kekuasaan raja adalah kekuasaan yang bersifat mutlak. Setiap warga negara tidak diperbolehkan untuk memiliki sesuatu secara pribadi. Ketika ia sudah berhadapan dengan raja, ia harus memenuhi apa yang raja inginkan. Akibatya, raja bersikap sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Saat itu muncullah para pemikir dengan doktrin-doktrin yang mengarah pada keanti-patian mereka terhadap raja. Muncullah berbagai pemikir terkenal seperti Montesqueiu, JJ Roseau, John Locke, dan lain-lain.
Trias politika adalah salah satu teori yang muncul akibat kesewenang-wenangan raja. Trias Politika dicetuskan oleh Montesqueiu yang menuliskannya dalam buku Spirit of Laws. Montesqueieu (nama aslinya Baron Secondat de Montesquieu) mengajukan pemikiran politiknya setelah membaca karya John Locke yang berhubungan dengan konsep pemisahan kekuasaan, Montesquieu menulis sebagai berikut :
"Dalam tiap pemerintahan terdapat tiga macam kekuasaan: kekuasaan legislatif; kekuasaan eksekutif, mengenai hal-hal yang berkenan dengan dengan hukum antara bangsa; dan kekuasan yudikatif yang mengenai hal-hal yang bergantung pada hukum sipil.”
Jadi, Menurut Montesqueieu, bentuk negara ideal adalah negara yang memiliki 3 komponen sebagai pilar utama, yaitu legislatif, eksekutif dan Yudikatif. Komponen tersebut akan saling melengkapi satu sama lain sehingga terciptalah suatu sistem yang memiliki check and balance (saling koreksi dan saling mengimbangi).
Indonesia merupakan salah satu negara yang mengadopsi sistem trias politika. Bahkan Jusuf Kalla pernah berkata “Tidak ada negara yang paling murni trias politikanya selain di Indonesia. “ (Kompas, 2 Maret). Sistem trias politika digunakan dengan menjadikan presiden sebagai badan eksekutif, wakil rakyat sebagai badan legislatif, dan aparat penegak hukum sebagai badan yudikatif.
Tetapi, apakah Indonesia sudah menjadi negara yang baik berkat sistem trias politika? Secara teoritis, trias politika diharapkan bisa mencegah pemerintahan tirani. Lembaga legislatif, karena merupakan wakil rakyat, diharapkan akan menghasilkan hukum dan kebijakan yang sejalan dengan kepentingan rakyat. Lembaga legislatif , dengan klaim wakil rakyat, akan mengkoreksi kebijakan pemerintah yang menyebabkan lembaga eksekutif akan memperhatikan rakyat sepenuhnya, karena kalau tidak, rakyat tidak lagi memilih mereka lagi.Yudikatif pun diharapkan mandiri dan independen untuk mengadili pelanggaran hukum yang terjadi. Namun realitanya, tidak seindah doktrin yang diharapkan.
Sistem Demokrasi, dengan trias politika, ternyata membentuk rezim otoritarian baru, yakni pemilik modal. Para pemilik modal-lah yang kemudian menguasai ketiga lembaga negara demokrasi (eksekutif, legislatif, yudikatif) . Fungsi ketiganya pun lumpuh dibawah ketiak pemilik modal. Lahirlah negara korporasi, dimana penguasa ‘berselingkuh’ dengan pengusaha. Penguasa lebih tunduk kepada pengusaha yang mendanai penguasa terpilih. Maklum, untuk bisa terpilih, seorang penguasa butuh dana yang besar. Sementara yudikatif tutup mata terhadap pelanggaran eksekutif, pasalnya yudikatif juga disuap.
Dampak diterapkannya sistem trias politika ini ialah dengan munculnya pemerintah yang tidak pro rakyat. Pemerintah akan berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan para pemilik modal yang sudah membantu mereka saat mereka belum duduk di bangku pemerintahan. Selain itu, pemerintah juga akan menggagas berbagai aturan yang akan menjerat rakyat. Seperti saat ini, di Indonesia saja sudah banyak aturan yang di keluarkan oleh pemerintah yang justru malah menyengsarakan rakyat, seperti UU Migas, UU Kelistrikan, UU Penanaman Modal, UU Sumber Daya Air yang pro liberal.

Bagaimana Islam Menyikapinya?

Islam adalah agama yang mengatur segala macam keperluan dalam menjalani kehidupan. Islam juga mengatur masalah hukum, politik, teknologi, dan ekonomi. Sebagaimana firman Allah SWT :

“Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi bahagian yaitu Al Kitab, mereka diseru kepada kitab Allah supaya kitab itu menetapkan hukum di antara mereka; kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu membelakangi (kebenaran).” (QS Al-Imran, 23)

Islam sangat mengecam segara bentuk penindasan pemerintah terhadap rakyatnya. Dalam Islam, kesejahtraan rakyatnyalah yang menjadi pilar penentu keberhasilan suatu negara. Al-Qur’an dan Sunnah menjadi landasan utama bagi pemerintah, sehingga aturan-aturan yang di keluarkan oleh pemerintah tersebut tidak akan di ragukan lagi kebenaran dan kebijaksanaannya. Untuk itu diperlukan usaha kita, sebagai kaum muslimin, untuk berperan aktif dalam memantau berbagai kebijakan pemerintah. Sebagaimana Rasulullah SAW pernah berkata, “Paling utamanya jihad adalah mengatakan keadilan di hadapan pemimpin yang zalim.”.Wallahu a’lam. (Rusdy)


Refrensi :Runtuhnya Doktrin Trias Politika (Farid Wadjdi)

0 komentar:

Pencarian

Date and Time


 

Design by Amanda @ Blogger Buster